30 October 2012

Filled Under:

Kader PKS Sukses Jadi Juragan Kambing

HARI MASIH PAGI KETIKA SAYA MENDATANGI RUMAHNYA PADA HARI MINGGU. Mentari memancarkan cahaya yang ramah nan hangat. Mata memandang, posisi matahari baru sekitar 45 derajat. Pukul delapan pagi, sudah tidak di rumah. Ia sudah berangkat menuju ke pasar. “Lagi pasaran,” kata Titis Setyaningrum, yang tak lain adalah istri tercintanya. 

Sosoknya dikenal karena keberhasilannya menjalankan usaha jual beli kambing. Namun siapa menyangka, jika dibalik kesuksesannya ia juga sempat mengalami jatuh bangun, sampai kemudian bisa bangkit lagi seperti sekarang ini Memiliki paras tegas, namun berperangai kalem begitulah gambaran besar sosoknya.

Namanya sudah dikenal di mana-mana. Ibarat mesin pencari google, begitu mengetik namanya layar monitor komputer secara otomatis menunjukkan kalau orang yang dimaksud adalah pengusaha kambing H. Edi. Selain kesehariannya mengurus dan berjualan kambing, pemilik nama lengkap H. Edi Prawoto ini mendapat amanah sebagai bendahara DPC PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Slawi.. 

Ia sebenarnya tak pernah terbayang punya usaha seperti yang dilakukan orang tuanya. Tapi garis nasib mengatakan demikian. Bakat ayahnya berdagang sudah merasuk ke dalam jiwanya. Itu pun baru ia sadari ketika mulai bantu-bantu ayahnya mengurus kambing. 

Hj. Titin Setyawati, istri tercintanya menuturkan bahwa suaminya sempat putus asa selesai SMA. Niatannya mau kuliah tapi gagal. Tapi saat perjalanan hendak mendaftar di sebuah kampus di Solo, berkas-berkas ijasahnya hilang tanpa jejak. Mungkin terbawa atau dibawa lari orang. Padahal itu adalah dokumen-dokumen penting yang telah ia dapatkan setelah 3 tahun belajar di bangku SMA. “Saya sempat ikut seleksi, hanya saja tak lolos,” kenangnya. Sehingga cukuplah alasan yang membuatnya kecewa. Sudah ijazah hilang, keinginan untuk kuliah pun gagal gara-gara nggak lulus seleksi masuk Ia pun bingung harus berbuat apa, sampai akhirnya tak ada keputusan lain selain pulang kembali ke Tegal. 

Ia benar-benar patah semangat, masa depan yang ingin ia raih lewat dengan kuliah gagal saat baru pertama kali melangkah. Sempat terbersit di benaknya ingin mengurus ijazah yang hilang agar bisa kuliah lagi, tapi oleh ayahnya malah dibilangin begini, “Ya sudah, daripada repot-repot ngurus ijazah yang hilang entah dimana, lebih baik kamu ngurus kambing.” Edi pun tak banyak membantah. Ia ikut merawat kambing, ke pasar, sambil memperhatikan bagaimana cara menjual kambing, sampai akhirnya secara perlahan menemukan kenyamanan. 

Pada tahun 1996, ia merasa sudah cukup mampu buka usaha sendiri, ia pun meminta saran ayahnya untuk memberikan restu. Ayahnya meminjaminya modal satu juta rupiah. Dari situ ia gunakan sebagai modal untuk belanja kambing untuk ia jual di pasar, “Kalau kambing nggak habis, saya serahkan sama bapak saya, kemudian bapak yang jualkan, dari situ saya dapat keuntungan seribu,” kenangnya mengingat motivasi dan dukungan yang luar biasa. 

Edi pun semakin mantap dengan usaha ini. Ia sudah menemukan celah, mengenal banyak relasi, dan mendapatkan bakul-bakul kambing. Jiwa dagangnya pun semakin terasah. Usahanya semakin berkembang ketika sering mendapat proyek-proyek pengadaan kambing yang mencapai angka fantastis mencapai 1000 ekor!. Tak tanggung-tanggung yang order itu bahkan sampai ke luar kota diantaranya adalah Cirebon, Temanggung, Sumatera, dan Aceh. Menurutnya, permintaan dari Temanggung itu unik, setiap belanja kambing, H, Edi lebih sering mencari di daerah Temanggung, tapi begitu kambing sudah besar dan gemuk, Temanggung memesan kepada H. Edi. “Mereka butuh kambing-kambing yang besar dan gemuk,” ujarnya tersenyum. 

Jika harus ke Temanggung, pukul satu pagi sudah bangun dan siap-siap berangkat. Di pagi buta menempuh perjalanan menuju Temanggung. Perjalanan yang menempuh waktu kurang lebih lima jam itu ditempuh pulang pergi, dan sampai rumah pukul 5 sore. Menurut istrinya, ayah 4 anak ini, termasuk tipe pekerja keras. Suatu saat ia pernah berpesan kepadanya, jika ingin berhasil, jangan lupa shalat tahajud, shalat dhuha, dan puasa. “Alhamdulilah, amalan-amalan masih dipertahankan sampai sekarang. Mudah-mudahan terus istiqomah. Barangkali ini buah dari kekuatan doa yang terus dipanjatkan, sehingga memudahkan jalan,” ucap Titin. 

Bergelut di dunia proyek pun tidak selamanya mulus. Ia pernah mendapat proyek pengadaan 1000 ekor kambing, ketika sudah disiapkan, oleh pemesan proyek hanya diambil 200 ekor, sisanya dianggap tidak sesuai dengan yang mereka inginkan. Ia kembali membawa pulang 800 ekor kambing lagi. “Saya kecewa berat waktu itu, tapi mungkin nanti akan ada hikmahnya,” ujarnya. Ia juga pernah mendapatkan proyek yang sama, namun uang belum sempat dibayarkan semua. Masih ada sekitar 30’an juta yang belum terbayar. Tapi orangnya keburu meninggal. “Saya ikhlas saja, masak mau berurusan sama orang yang sudah meninggal,” kenangnya lagi. 

Sampai suatu ketika ia mendapat tawaran pengadaan 1000 kambing di musim lebaran haji. Tawaran itu datang ketika ia sama sekali tak punya modal yang cukup. Kekurangan modal saat itu mencapai sekitar 200 juta. Istrinya sempat memberikan saran agar pinjam ke bank saja daripada kepepet. dengan jaminan sertifikat mobil. “Mendapat saran itu, Abi menolak. Katanya tak ingin riba. Ia malah menasehati, Umi ingin usaha kita berkah nggak? Kalau umi mau pinjam, silahkan pinjam, pakai saja sama Umi, tapi Abi satu rupiah pun nggak mau pakai uang pinjaman bank.” 

Sebenanya modal itu bukan habis begitu saja, tapi saat itu ada beberapa bakul kambing yang belum melunasi pembayaran. “Modal habis. Sementara uang masih dibakul, masing-masing ada yang 30, 50, sampai 60 juta. “Sampai sekarang pun masih ada yang belum bayar,” ujarnya. Ia bahkan sampai malu menagih karena sudah tiga kali tapi belum juga bayar. “Mudah-mudahan segera mereka lunasi, yang namanya hutang kan wajib dibayar, mudah-mudahan mereka paham itu,” harapnya. Suasananya berubah dimulai ketika suatu ketika, istrinya mendapati suaminya tengah menangis di malam hari di atas sajadah, meminta agar diberi kemudahan jalan keluar. 

Doanya pun terjawab di pagi harinya. Saat H. Edi mencuci mobil, ia pun ngobrol-ngobrol dengan pemilik cucian mobil. Orang tersebut membuka obrolan, 

“Musim lebaran haji begini, orderan ramai dong.” Mendapat pertanyaan itu, H, Edi menjawab, 

”Ramai, tapi sayangnya lagi nggak punya modal.” 

“Butuh modal berapa?” respon itu ternyata cukup mengejutkan H. Edi. Dia pikir itu hanya bercanda. Ia pun meladeninya dengan ringan saja. 

“Ya, kalau dihitung-hitung sih minim-minimnya 200 juta,” jawabnya. 

Subhanallah, dari obrolan itu malam harinya ia mendapat kabar di rekeningnya sudah ditransfer sebanyak 50 juta. Menyusul kemudian pada hari yang sama masuk lagi transferan 100 juta. Dua hari kemudian transferan datang 50 juta, sehingga jumlahnya genap menjadi 200 juta. Istri tercinta sempat tak percaya dengan kejadian itu. Ia pun sempat bersilaturahim ke rumahnya, dengan maksud menitipkan BPKB mobil sebagai jaminan, namun hal itu ditolaknya. 

Saat ini ada sekitar 400 ekor kambing yang tersebar di beberapa peternak yang ia ajak kerjasama. Hitung-hitung membuka kran rezeki orang lain. “Sistemnya bagi hasil. Para peternak merawat, dan memberi makan, setelah kambing mencapai usia 8 bulan atau satu tahun, baru dijual. Keuntungannya dibagi dua.” 

Hidupnya terasa lengkap karena sekarang ini H. Edi dikaruniai 4 orang anak. Mereka adalah Nur Faizah Setyaningrum (10), Najla Rona Saffa (9), M. Nabil Abdul Rohim (6), dan si bungsu Ahdan Abdul Rohman Albar.


Tahun 2010, usahanya kini pun merambah dengan membuka usaha kuliner. Usaha itu diberi nama Warung Sate H. Edi. Banyak tokoh dan pejabat-pejabat penting yang pernah makan di warungnya. Saat launching pun diresmikan pertama kali oleh Menteri Pertanian Ir Suswono. Beberapa tokoh penting seperti Ketua DPW PKS Jateng DR. Abdul Fikri,MM, Yusuf Mansur juga sempat mampir dan makan di tempatnya. 

Iby Kingsley (mengangkat tangan) pernah makan di warung sate H. Edi
Atlet sepakbola dari luar negeri pun sempat mampir di warung satenya. Dia adalah Iby Kingsley, yang memperkuat Persepar (Palangkaraya) di Divisi Utama IPL (Indonesia Premier League). Kisahnya tim Persepar ini hendak bermain bola di Pekalongan. Saat baru sampai Tegal radio mobil yang mereka tumpangi kebetulan sedang memutar iklan warung sate H.Edi yang disebut-sebut menggugah selera itu. Merasa penasaran, ia pun mencari alamat warung sate H. Edi sampai akhirnya ketemu. 

Subhanallah, iklannya berdampak juga ya, kapan nih pasang iklan di web ini. Bisa-bisa presiden PKS nih yang akan berkunjung ke warung sate nih, hehehe….(Ali Irfan) 



*http://www.pkskabupatentegal.com/2012/10/hedi-kader-pks-yang-sukses-jadi-juragan.html

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak, tapi jangan spam !