28 January 2013

Mengenal Asuransi Syariah, Konsep dan Perbedaannya dengan Asuransi Konvensional

Kita tentu sama-sama meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan komprehensif. Dia mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun, dan sekecil apapun urusan kehidupan manusia dimuka bumi ini yang luput dari Islam. Begitu sempurna, sungguh tidak ada sedikitpun cacat dalam ajaran ini. Ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :  

”..pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (QS. Al-Maaidah :3)

Islam tidak hanya mengajarkan ummatnya tentang bagaimana beribadah kepada Allah saja, Islam juga mengajarkan kita agar membuat perencanaan untuk dapat  menghadapi masa depan yang tidak bisa diprediksi, sebagaimana firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang engkau kerjakan”.  (QS Al-Hasyr:18)

Dalam Al Qur’an surat Yusuf :43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia dalam membentuk sistem proteksi untuk menghadapi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah.

Nabi Yusuf sebagaimana diceritakan dalam surat Yusuf, dalam hal ini menjawab supaya raja dan rakyatnya bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang disimpan untuk menghadapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan.

Sangat jelas dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.

Jadi, jika sistem proteksi atau asuransi dibenarkan, pertanyaan selanjutnya adalah: apakah asuransi yang kita kenal sekarang (asuransi konvensional) telah memenuhi syarat-syarat lain dalam konsep muamalat secara Islami. Dalam mekanisme asuransi konvensional terutama asuransi jiwa, paling tidak ada tiga hal yang masih diharamkan oleh para ulama, yaitu: adanya unsur gharar (ketidak jelasan dana), unsur maisir (judi/ gambling) dan riba (bunga). Ketiga hal ini akan dijelaskan dalam penjelasaan rinci mengenai perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah.

Asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut azas tolong menolong dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing).

Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi.

Secara rinci perbedaan antara asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional dapat dilihat pada uraian berikut :

Kontrak atau Akad
Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli).

Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung apa yang disebut gharar —ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional.

Tujuan dari dana tabarru’ ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru’ disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru’ yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong.

Kontrak Al-Mudharabah
Penjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru’ merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah.

Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Kontrak bagi hasil disepkati didepan sehingga bila terjadi keuntungan maka pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi hasilnya adalah 60:40, dimana peserta mendapatkan 60 persen dari keuntungan sedang perusahaan asuransi mendapat 40 persen dari keuntungan.

Dalam kaitannya dengan investasi, yang merupakan salah satu unsur dalam premi asuransi, harus memenuhi syariah Islam dimana tidak mengenal apa yang biasa disebut riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan mekanisme bunga.

Dengan demikian asuransi konvensional susah untuk menghindari riba. Sedangkan asuransi syariah daolam berinvestasi harus menyimpan dananya ke berbagai investasi berdasarkan syariah Islam dengan sistem al-mudharabah.

Tidak Ada Dana Hangus
Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, dimana peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi jiwa konvensional non-saving (tidak mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis msa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi.

Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil.

Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan pola bagi hasil, misalkan 60:40 atau 70:30 sesuai dengan kesepakatan kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut.

Manfaat Asuransi Syariah
Asuransi syariah dapat menjadi alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang memandang konsep syariah adil bagi mereka. Syariah adalah sebuah prinsip atau sistem yang ber-sifat universal dimana dapat dimanfaatkan oleh siapapun juga yang berminat.

Demikianlah sekilas ulasan mengenai asuransi syariah. Semoga ulasan ini menambah wawasan dan pengetahuan anda.

---
Sumber: disarikan dari artikel pada Harian Sinar Harapan berjudul "Mengenal Konsep Dasar Asuransi Syariah", dengan sedikit penambahan)
 Gambar 1 , 2

21 January 2013

,

Etika Bisnis Nabi Muhammad

 Sebelum memulai tugas kerasulan, Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang. Dari aktivitas perdagangan inilah, karakter dan moral seorang anak muda bernama Muhammad bin Abdullah, dikenal oleh banyak kaum.

Moral perdagangan yang dipraktikkan Nabi Muhammad dianggap “diluar kewajaran”. Praktik perdagangan yang “wajar” pada saat itu adalah eksisnya tipu muslihat dan alfa-nya kejujuran.

Namun, seorang Muhammad justru muncul dengan praktik perniagaan yang “tidak wajar”, nilai-nilai moral luhung seperti kejujuran, komitmen kuat terhadap pelayanan dan penghargaan kepada konsumen, justru dipraktekkan secara utuh oleh Nabi Muhammad.

“Ketidakwajaran” itu pun tersiar dari mulut ke mulut, bak marketing modern yang paling efektif, menjadi trigger peningkatan popuritas dan integritas seorang pedagang muda bernama Muhammad, sampai suatu saat popularitas dan integritas ini pun mengundang ketertarikan seorang investor dan konglomerat perempuan saat itu, Siti Khadijah.

Syahdan. Jadilah, Muhammad dari pedagang biasa menjadi seorang saudagar besar yang mengendalikan perniagaan Siti Khadijah, yang dalam sejarah kelak menjadi Istri terbaik bagi Muhammad Sang Pedagang.

Etika Moral Perdagangan

Nabi Muhammad menjadi model terbaik praktik perniagaan, bahkan sebelum beliau menjadi Rasul dan sebelum Alquran turun. Nabi Muhammad keluar dari “standar” bertindak dan berpikir pedagang kebanyakan pada masa itu yang penuh dengan tipu muslihat dengan berbagai motif dan modus kecurangan perdagangan.

Beliau muncul, dengan “standar” baru yakni, perdagangan yang jujur dan saling menguntungkan. Sadar atau tak sadar, pada saat itu, sebelum diangkat sebagai Rasullulah, Nabi Muhammad telah melakukan tugas profetiknya.

Rasulullah SAW  menyuntikkan nilai-nilai baru dalam tatanan jahiliyah pada saat itu, yakni nilai-nilai etika moral perdagangan, dimana perdagangan itu harus selalu dilandasi  saling percaya, dan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kepercayaan (trust) muncul, apabila pada prakteknya, sang pedagang mampu menunjukkan kapasitas kejujurannya dalam praktik perniagaan.

Pada masa yang lalu sampai masa kekinian, era model perdagangan modern berkembang, “kejujuran” tetap menjadi asset yang sangat berarti  dan penentu bagi eksitensi dan perkembangan perdagangan, yang dalam teori modern sering disebut sebagai “Social Capital”. Mengutip Francis Fukuyama, TRUST, menjadi modal yang sangat penting bahkan paling penting dalam pergaulan ekonomi global.

Nabi Muhammad sudah mempraktekkan dan mengajarkannya kepada umatnya, sebelum teori-teori modern melihat unsur moral ini sangat penting dalam perekonomian, sayangnya kebanyakan dari kita alpha terhadap pesan perdagangan yang diajarkan Rasullulah.

Kejujuran yang Absen

Krisis ekonomi dengan berbagai kausalitasnya membuktikan bahwa kehadiran kejujuran dalam perekonomian dicampakkan. Sehingga praktik spekulasi dan tipu muslihat menjadi bagian integral dalam peradaban ekonomi manusia kekinian, seolah menjadi de javu jaman Jahiliyah hadir dalam bentuk yang berbeda, dan lebih variatif, bahkan berani menggunakan simbol-simbol keagamaan.

Mulai yang terkecil, pasar tradisional tempat transaksi perniagaan rakyat dilakukan, nilai kejujuran sulit diidentifikasi, sampai proses perniagaan besar nilai-nilai kejujuran seringkali terpaksa absen hanya karena alasan jangka pendek yakni keuntungan (profit), padahal fakta empirik menunjukkan bahwa eksitensi entitas bisnis yang sering mengabaikan komitmen moral kejujuran dalam jangka panjang eksitensinya akan terpuruk, sebaliknya entitas bisnis yang mengedepankan komitmen moral kejujuran dalam setiap transaksi yang dilakukan, eksitensinya makin ekspansif dan profitable.

Agaknya, pengembangan ekonomi Islam harus memulai mengisi kekosongan nilai-nilai etika moral ini, yang justru makin tergerus dengan berbagai variasi praktek kapitalistik yang abai terhadap kehadiran nilai kejujuran namun secara massif justru mengedepankan “ketamakan”, dalam prakteknya.

Eksitensi Perbankan Islam sebagai salah satu simbol praktik ekonomi Islam menjadi taruhan yang sangat mahal, sedikit saja praktik moral hazard terjadi, maka reduksi essensi ekonomi Islam bisa mencemari nilai-nilai Islam itu sendiri.

Sumber artikel: Judul Asli "Etika Perniagaan Nabi Muhammad" dari REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Dahnil Anzar Simanjuntak, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

17 January 2013

Bersepeda, Cara Asik Menikmati Banjir Jakarta

Kamis, pagi 5 rabi'ul  awwal 1434H. yah hari ini saya dan om Dicky putuskan untuk melibas banjir Jakarta menuju kantor. Ini memang jadwal bersepeda ke kantor tambahan buat kami, karena biasanya hanya senin, rabu, jum'at dan sabtu saja. Jika ditanya kenapa sih harus "ngotot" gowes ke kantor ujan-ujan deres gini? ya itu juga yang sebenarnya mau saya tanya ke mereka yang ngotot juga pake kendaraan bermotor, "emang pade yakin lo bisa lewatin banjir di Jakarta?"


Buat para pekerja bersepeda, dan khususnya bagi saya, bersepeda itu adalah metode dahsyat menikmati dengan BAHAGIA kemacetan plus banjir di Jakarta. Gimana enggak? di saat para pengguna kendaraan bermotor terjebak macet dan banjir dengan sejuta emosi di kepala mereka, kami yang bersepeda sih santai-santai aja, malahan seakan mengembalikan kebahagiaan masa kecil sewaktu bermain hujan. Alhasil kita sih gowes sambil foto-foto hehe...



Bagi sebagian masyarakat, banjir yang melanda Jakarta kali ini dirasa lebih parah dari yang  terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Begitu parahnya, sampai sebagian besar kawasan bisnis Jakarta lumpuh dan kabarnya mengalami kerugian hingga Rp.500Miliar/hari. Ditambah dengan derita warga yang terpaksa mengungsi akibat rumahnya terendam banjir. Menyedihkan memang, mengingat banjir di Jakarta bukanlah hal yang baru. Tentu kita berharap cuaca segera membaik dan banjir segera pergi dari Negeri ini. Mari kita berhenti saling menyalahkan dan mulai berbuat, bekerja sama. Karena keberhasilan penanggulangan bencana banjir di manapun, bukanlah hanya sebatas tanggungjawab satu atau dua pihak saja, melainkan semua pihak. Perlu ada sinergi antara semua pihak, baik pemerintah, maupun masyarakat.

22 November 2012

Kekalahan Israel dan Kisah Pasukan Gajah Raja Abrahah

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar , Segala Puji bagi Allah azza wa jalla yang telah memenangkan Islam di atas segalanya.

Langit Gaza kembali bergema semalam, bukan lantaran lain hal melainkan pekikan takbir yang membahana, ribuan orang turun ke jalan mengumandangkan takbir kemenangan. Sebuah ekspresi syukur dan kegembiraan atas nikmat kemenangan “intifada” perlawanan terhadap musuh zonis-Israel laknatullah.

Allah kembali membuktikan, bahwa Janji-Nya benar dan pasti terjadi. Sebagaimana yang telah difirmankan-Nya : "Perangilah mereka niscaya Allah akan mengazab mereka melalui tangan kalian, menghinakan mereka, memenangkan kalian atas mereka dan menyembuhkan (kemarahan dalam) dada kaum yang beriman." (QS. At-Taubah : 14)

Israel terpaksa harus menelan “pil pahit” atas kesombongan dan kejahatan yang telah mereka lakukan, yang mengakibatkan mereka terpaksa harus mengangkat bendera putih tanda menyerah kepada kepada pihak Mujahidin. Mereka begitu menganggap remeh kekuasaan Allah, menganggap lemah kekuatan saudara-saudara kita yang berjuang di Palestina. Mereka mengatakan bahwa sistem “Iron Dome” atau “Kubah Besi” yang mereka kembangkan sangat canggih dan dapat mencegah roket dan rudal-rudal mujahidin sebelum sampai ke sasaran di Israel. Namun kenyataannya berbeda, data dari angkatan perang Zionis Israel justru menunjukkan bahwa kemampuan “Iron Dome” yang dibanggakan itu tidak sampai 50 persen.

Lucunya dalam sebuah kesempatan, pemerintah Zionis – Israel yang sebenarnya bermaksud untuk mempertontonkan kehebatan sistem “Iron Dome” (secara live) terpaksa harus malu karena nyatanya sistem yang mereka banggakan itu tidak mampu menangkal roket-roket mujahidin yang menghujaninya, dimana dalam siaran itu juga turut tertangkap kamera sebuah roket yang meledak di kawasan pemukiman Israel.

Tidak hanya itu, Brigade Izuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas, menegaskan bahwa operasi militer balasan yang mereka namakan hijaratus sijjil  (shalestone – inggris) atau operasi serangan roket batu – batu sijjil menang atas ‘amudus sahaab (operasi militer zionis Israel pilar awan/The Pillars of Deffense). Dijelaskan juga dalam operasi ini mujahidin telah “menghujani” dan menembakkan 1573 roket dan mortar ke berbagai target seperti basis militer, pesawat tempur, kapal perang dan kendaraan-kendaraan militer Zionis – Israel.


Kisah Raja Abrahah dan Pasukan Gajahnya
Nama operasi balasan yang dilancarkan Brigade Al-Qassam “hijaratus sijjil” dan kekalahan telak yang dialami oleh Zionis-Israel tentu mengingatkan kita pada sebuah kisah yang ada pada Al-Qur’an Surat Al-Fil [105]. Kisah tentang raja Abrahah, seorang raja Kristen dan pasukan gajahnya yang menyerang mekkah untuk menghancurkan Ka’bah lantaran ingin membangun sebuah pusat peribadatan (katedral) yang megah menggantikan Ka’bah di San’a.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
[1] Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? [2] Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?, [3] Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, [4] yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, [5] lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Ka’bah adalah rumah Allah, kiblat kita umat Islam yang telah dibangun dengan susah payah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Jangankan menyentuh Ka’bah, mendekatpun Allah swt tidak izinkan bagi Abrahah dan bala tentaranya. Dikisahkan tiba-tiba dari arah laut datang sekawanan burung yang terbang menaungi dan berputar-putar di atas kota Mekkah. Jumlahnya yang begitu banyak sehingga membuat langit seakan berawankan burung-burung.

Itulah Burung Ababil yang dikirim oleh Allah SWT, dengan tiga buah batu yang dicengkeram pada kaki dan paruhnya. Batu-batu yang dilemparkan burung Ababil itu bukanlah batu biasa, melainkan batu yang sangat panas dan membara yang membuat pasukan abrahah menjerit kesakitan karena merakan panas yang menyengat ke sampai ke tulang mereka. Sampai-sampai diperumpamakan hancurnya pasukan abrahah seperti ulat yang dimakan daun.

Pasukan gajah Abrahah benar-benar tidak dapat mengelak. Batu-batu itu seolah turun dari langit menghujani mereka tanpa henti dan mengikuti kemanapun mereka berlari. Satu-persatu pasukan abrahah pun tewas dalam keadaan hangus terbakar. Beberapa tentara yang belum terkena lontara batu segera berlarian menyelamatkan diri meninggalkan Kota  Suci Mekkah. Mereka mulai menyadari bahwa Ka’bah mempunyai Pemilik yang akan melindunginya, yaitu Allah SWT.


Janji Allah itu Benar dan Pasti Datangnya
Saudaraku, sungguh janji Allah itu benar dan pasti datangnya. Sebagaimana firman Allah swt: “Barang siapa yang beriman dan bertaqwa, maka yakinlah dengan janji-janji Allah Swt. Dia akan memuliakan dan mengangkat derajat orang-orang yang beriman. Dan percayalah, janji-Nya pasti benar. Dia tak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya.”

Ingatlah ketika suatu kaum bertanya kepada Rasul-Nya: “Kapankah datang pertolongan Allah?” Maka katakanlah: “Sesungguhnya pertolongan itu dekat”. (QS. Al Baqarah: 214).

Allah akan memenangkan Islam di atas segalanya. Begitu mudah bagi Allah untuk memenangkan muslimin dari orang-orang kafir, meskipun mereka kuat dan banyak jumlahnya serta memiliki persenjataan yang lebih canggih. Maka, janganlah pernah takut dan merasa lemah !

Allah swt berfirman:
Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 35)

“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka . Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan , sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (An Nisa: 104)

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj:28)

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam perang Badr, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah, karena itu bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mensyukuri-Nya.” (QS. Ali Imran:123).

Maka, nikmat kemenangan yang diperoleh oleh saudara-saudara kita di Palestina haruslah disadari dengan penuh keimanan dan ketakwaan sebagai bentuk pembelaan dan pertolongan Allah, serta dapat menjadi pelajaran bagi kita bahwa janji Allah itu benar dan pasti.

Mohonlah pertolongan pada Allah dan bersabarlah. Satukan barisan !. Jangan tertipu oleh dunia, jangan biarkan kita terlena dan lalai oleh dunia. Dan janganlah juga waktu kita tersita hanya pada perdebatan masalah yang furu’ (cabang), sehingga kita melupakan saudara-saudara kita yang tertindas dan terjajah di negerinya sendiri oleh musuh-musuh Islam.

Berbuat dan bantulah saudara-saudara kita di negeri-negeri terjajah ! Bantulah sesuai dengan apa yang kita bisa bantu.

Optimislah !
Percayalah, Janji Allah itu benar dan pasti datangnya…
Percayalah, karena harapan itu masih ada

Bakda dhuzurku di Sarang Advokat,….

18 November 2012

Dampak Buruk Muammalah Ribawi

Islam memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan dan menghapuskan kezaliman eksploitasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam bisnis dan perekonomian dengan melarang semua bentuk peningkatan kekayaan yang dilakukan tidak secara adil, sebagaimana firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…” (QS. 4:29), lihat juga QS 2:188. Salah satu kegiatan peningkatan kekayaan yang dilakukan dengan cara yang tidak benar dan tidak adil itu adalah perbuatan riba/bunga.

Definisi Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan) atau bisa juga diartikan tumbuh dan membesar. Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya, Ahkam Al-Qur’an  menjelaskan, bahwa “pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud dalam ayat Qur’an yaitu penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”.

Semakna dengan itu Badr ad-Din al-Ayni, menjelaskan bahwa “prinsip utama riba adalah penambahan. Menurut syariah, riba perarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.” Selanjutnya yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang adalah transaksi bisnis yang dapat menjadi alasan yang sah bagi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek. Riba dibagi menjadi dua kategori. (1) Pertama, riba an-nasi’ah, dimana penambahan yang terjadi muncul akibat adanya penangguhan, atau menunggu suatu pembayaran. (2) Yang kedua adalah riba fadhl, adalah riba ada pada pertukaran antabarang sejenis dengan kadar/takaran atau timbangan yang berbeda; misalnya 10 karat emas ditukar dengan 12 karat emas.

Riba Merupakan Dosa Besar

Semua ulama sepakat, bahwa riba merupakan dosa besar yang wajib dihindari dari muamalah setiap muslim. Bahkan Sheikh Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Bunga Bank Haram mengatakan, bahwa tidak pernah Allah SWT mengharamkan sesuatu sedahsyat Allah SWT mengharamkan riba. Seorang muslim yang hanif akan merasakan jantungnya seolah akan copot manakala membaca taujih rabbani mengenai pengharaman riba (dalam QS. 2 : 275 – 281). Hal ini karena begitu buruknya amaliyah riba dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat.

Dan cukuplah menggambarkan bahaya dan buruknya riba, firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah 275 : ”Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”

Dalam hadits, Rasulullah SAW juga mengemukakan : ”Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah SWT kecuali dengan jalan yang benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang lalai dari perbuatan jahat.” (Muttafaqun Alaih).

Dampak Buruk Muammalah Ribawi

Riba dapat mempengaruhi moral dan karakter pelakunya. Perbuatan riba dapat menumbuhkan sifat egois, pelit, berhati batu dan kejam sehingga tega tanpa belas kasihan menyengsarakan dan menghancurkan manusia lainnya, terlebih mereka yang tengah mendapat musibah kesulitan.

Dalam konteks sosial, riba dapat mengakibatkan rusaknya rasa solidaritas sosial di masyarakat. Satu sama lain akan saling tidak peduli, kecuali jika tindakkannya dapat menghasilkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Kesulitan orang lain menjadi sebuah peluang emas yang harus dieksploitasi. Tentu rusaknya rasa solidaritas di masyarakat akan berujung pada perpecahan atau disintegrasi sosial.

Dalam konteks hubungan internasional, riba atau bunga menjadi alat untuk menjajah dan menguasai Negara lainnya. Penjajahan dan eksploitasi antar bangsa disembunyikan dalam bentuk pinjaman atau bantuan luar negeri dari lembaga-lembaga donor yang sebenarnya adalah kepanjangan tangan dari negara-negara adidaya. Faktanya, tidak sedikit negara-negara penerima "bantuan" ini yang mengalami kehancuran akibat besarnya jumlah utang luar negeri. Misalnya, pemerintah Indonesia yang memperoleh “pinjaman” dari lembaga-lembaga donor internasional yang “katanya” bertujuan untuk memperbaiki kondisi moneter, namun dibalik itu sebenarnya kita telah kehilangan kedaulatan ekonomi. Kita tidak lagi memiliki daya tawar terhadap apapun, apalagi pada perundingan-perundingan yang dilakukan dengan Negara yang meminjami utang.

Sungguh sudah terlalu banyak dalil baik dari Al-Qur’an maupun sunnah, yang menggambarkan tentang buruknya riba, berikut adalah ringkasan dari beberapa dalil mengenai riba :
  • Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan, lantaran (penyakit gila). (QS. 2 : 275).
  • Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka. (QS. 2 : 275).
  • Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (QS. 2 : 278 – 279).
  • Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR. Muslim)
  • Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan) sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari Allah SWT. Dalam sebuah hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan dengan terang-terangan) riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab dari Allah.” (HR. Ibnu Majah)
  • Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih berat daripada tiga puluh enam kali perzinaan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
  • Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Dengan dalil-dalil sebagaimana di atas, masihkah ada seorang muslim yang “kekeh” bermuamalah ribawiyah dalam kehidupannya? dan maukah kita menjadi orang-orang yang dibenci dan diperangi Allah dan Rasulnya lantaran bermuamalah ribawiyah? 

Ahad pagi

About Me

My Photo
Technopreneur pencinta silat yg ingin masuk dalam sabda Rasulullah SAW: Sebaik-baik kalian adalah orang yg paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.

Followers