01 February 2008

Filled Under:

Riba, Tidak Mesti Berlipat Ganda

Di kalangan masyarakat ada satu anggapan bahwa bunga dikatakan riba bila sudah berlipat ganda dan memberatkan. Sedangkan bila bunganya rendah dan wajar-wajar saja, maka itu bukanlah riba dan diperbolehkan. Pendapat yang subur berkembang di kalangan masyarakat muslim Indonesia ini bersumber dari pemahaman yang salah pada

Surat Ali Imran ayat 130 :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan.'"

Surat tersebut sepertinya hanya melarang pembungaan yang berlipat ganda. Akan tetapi memahami kembali ayat tersebut secara cermat, termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba lainnya secara komprehensif, serta pemahaman terhadap fase-fase pelarangan riba secara menyeluruh, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa riba dalam segala bentuk dan jenisnya mutlak diharamkan.

Syekh Umar bin Abdul Aziz al-Matruk, penulis buku ar-Riba wal-Muamalatal-Mashra-fiyyah fi Nadzri ash-Shariah al-Islamiah menegaskan: "Adapun yang dimaksud dengan ayat 130 Surah Ali Imran, termasuk redaksi berlipatganda dan penggunaannya sebagai dalil, sama sekali tidak bermakna bahwa riba harus sedemikian banyak. Ayat ini menegaskan tentang karakteristik riba secara umum bahwa ia mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu. Dengan demikian, redaksi ini (maksudnya berlipat ganda, pen.) menjadi sifat umum dari riba dalam terminologi syara' (Allah dan Rasulnya).

Perlu direnungkan, penggunaan kaidah mafhum mukhalafah dalam konteks Ali Imran ayat 130 sangatlah menyimpang dan digunakan secara keliru, baik dari segi siyaqul kalam, konteks antarayat, kronologis penurunan wahyu, maupun sabda-sabda Rasulullah seputar pembungaan uang serta praktik riba pada masa itu.

Secara sederhana jika kita menggunakan logika mafhum mukhalafah yang berarti konsekuensi secara terbalik . jika berlipat ganda dilarang, jika kecil boleh; jika tidak sendirian, berarti bergerombol; jika tidak di dalam berarti di luar . kita akan salah kaprah dalam memahami pesan-pesan Allah.

Sebagai contoh adalah QS al-Israa (32):
"Dan, janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.'"

Atau ayat lain al-Ma'idah ayat 3
"Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah ... ."

Jika ayat-ayat tadi kita tafsirkan secara mahfum mukhalafah, maka janganlah mendekati zina, yang dilarang adalah mendekati, sedangkan perbuatan zinanya sendiri tidak dilarang. Janganlah makan daging babi, dipahami yang dilarang makan dagingnya, sedangkan tulang, lemak dan kulit babi halal.

Pemahaman secara demikian jelas sangat berbahaya, karena tidak mengindahkan siyaqul kalam, kronologi penurunan wahyu, konteks antarayat, sabda-sabda Rasulullah seputar objek bahasam serta disiplin ilmu bayan, badi' dan maa'ni.

Selain itu, Dr. Abdullah Draz, dalam salah satu konferensi fiqh Islami di Paris 1978, menegaskan kerapuhan asumsi bahwa yang disebut riba adalah pembungaan berlipat ganda.. Ia menjelaskan secara linguistik arti "kelipatan'". Sesuatu berlipat minimal dua (2) kali lebih besar dari semula. Sedangkan kata "kelipatan'" dalam ayat tersebut mengambil bentuk jamak (adha'fan). Padahal yang disebut jamak, minimal tiga (3). Maka "kelipatan'" yang dijamakkan berarti, 3x2 = 6 kali. Dengan demikian bila berlipat ganda itu dijadikan syarat, maka sesuai dengan konsekuensi bahasa, minimal harus 6 x atau 600%. Secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil terjadi dalam proses perbankan maupun simpan pinjam.

Di atas itu semua harus dipahami sekali lagi bahwa ayat 130 Surat Ali Imran diturunkan pada tahun ke-3 H. Ayat ini harus dipahami bersama

QS al-Baqarah ayat 278
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.'"

yang turun pada tahun ke-9 H. Para ulama menegaskan, ayat terakhir tersebut, bersama QS al-Baqarah ayat 279 -- merupakan ayat "sapu jagat'" untuk segala bentuk, ukuran, kadar dan jenis riba. Wallahu a'lam bis-Shawab.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak, tapi jangan spam !