09 September 2009

Filled Under:

Profesionalisme Dalam Bisnis Syariah

Seminar bulanan MES pekan lalu di BNI cukup membuat saya surprised. Pesertanya beragam mulai dari praktisi, akademisi, pemerhati, pengusaha dan bahkan ulama. Mereka menjadikan forum itu ajang networking atau silaturahmi.

Beberapa bulan terakhir, harus saya akui peserta forum bulanan MES selalu membludak hingga empat ratus sampai lima ratus orang, tergantung tema yang diangkat. Seorang Kyai pimpinan salah satu ormas yang hadir, melihat tren ini memberi komentar. ''Ini pertanda ekonomi syariah mulai diminati masyarakat. Anda dan teman-teman praktisi syariah harus mampu mengelola bisnis syariah ini secara profesional, harus bisa mengelolanya dengan amanah.''.

Ketika saya masih berbincang dengan pak kyai, seorang peserta dari Jawa Timur ikut nimbrung. Dia seorang pengusaha dan bertanya apakah pemanfaatan dana Timur Tengah harus menggunakan akad-akad syariah? Dia sanksi dengan kemampuan instrumen syariah yang ada saat ini dalam mengelola dana sebesar itu.

Terakhir, dia juga tanya, bagaimana sih profesionalisme dalam bisnis syariah. Sayang, acara diskusi bertajuk Langkah Kongkrit Pemanfaatan Dana Timur Tengan ini segera dimulai. Pak Kyai tak sempat menjawab pertanyaan tadi.

Profesionalisme Dalam Syariah
Profesional secara syariah artinya mengelola suatu perusahaan dengan amanah. Profesionalisme dalam Islam, dijelaskan dalam Alquran surat al-Qashash ayat 26. Dalam satu kisah yang sangat menarik, ketika putri Nabi Syu'aib memohon kepada ayahandanya agar berkenan mempekerjakan Musa AS sebagai sosok profesional muda yang kowi', (profesional).

''Wahai ayahandaku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada perusahaan kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang qawi' (profesional).''

Ada dua faktor yang melekat pada diri Musa AS dalam mengelola bisnis syariah yang diamanahkan kepadanya, yaitu kejujuran dan keahliannya. Dua faktor ini merupakan kata kunci profesionalisme dalam bisnis Islami. Dalam hal kejujuran, Syekh Yusuf AlQardhawi dalam bukunya Musykilah al-Faqr wa Kaifa 'alaa Jahala al-Islam, mengatakan al-amanah 'kejujuran' merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang-orang beriman. Tanpa kejujuran, agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik.

Karena itu, mengelola bisnis secara jujur merupakan pancaran dari nilai iman yang dimiliki seorang pebisnis. Ia tidak biasa berdusta, apalagi memanipulasi laporan. Ia juga tidak melakukan kolusi, memberi suap, KKN, dan segala macam penyimpangan lainnya, karena ini merupakan pancaran nilai-nilai kejujuran.

Allah SWT menempatkan pekerja profesional, yang menerapkan nilai-nilai kejujuran dalam berbisnis pada tempat yang amat spesial. Dalam sebuah hadits Tirmidzi, Nabi bersabda, ''Pedagang yang jujur dan dapat dipercaya (amanah) adalah bersama para Nabi, Orang-orang yang membenarkan risalah Nabi saw (shiddiqin), dan para Syuhada (orang yang mati syahid).''
Karakteristik selanjutnya tentang profesionalisme Islami adalah menempatkan seseorang benar-benar sesuai dengan keahlinya. Rasulullah dan para sahabat benar-benar mengimplementasikan nilai-nilai yang mulia ini dalam kepemimpinannya. Kita dapati Rasulullah yang mulia pernah memilih Mu'adz bin Jabbal menjadi gubernur Yaman, karena leadership-nya yang baik, kecerdasan dan akhlaknya.

Beliau memilih Umar mengatur sedekah karena adil dan tegasnya, memilih Khalid bin Walid menjadi panglima karena kemahirannya dalam berperang, memilih Bilal menjaga Baitulmal karena amanah dan kelihaiannya dalam mengurus, memilih Anis sebagai eksekutor dalam hukuman karena kemampuan fisiknya, begitu seterusnya.

Namun, beliau menolak Abu Dzar, karena selain fisiknya lemah, juga tidak memiliki leadership yang baik. Padahal siapa yang menyangsikan ke sholehan Abu dzar dari kalangan sahabat Nabi.
Tentu, menempatan ini tidak didasari lobi karena partai, keluarga, apalagi sukuisme. Semuanya atas dasar profesionalisme. Allah berfirman, ''Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk memberikan wewenang (amanah) kepada ahlinya.'' (an-Nisa: 58). Nabi dalam hadits Bukhari, bahkan lebih jelas tentang hal ini, ''Apabila urusan (manajemen) diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.''

Inilah profesionalisme dalam bisnis syariah. Jika Anda seorang praktisi syariah, atau siapa saja yang ingin mengelola bisnisnya secara syariah, maka secara sederhana menerapkan prinsip profesinalisme yang Islami, paling tidak mengacu kepada dua faktor diatas. Wallahu a'lam

0 comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak, tapi jangan spam !